
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bermula dari perjalanan dinas ke Bandung, Robi Tanumiharja (30) tak menyangka akan jatuh cinta pada kaktus dan sukulen. Saat itu ia masih bekerja sebagai marketing di sebuah perusahaan es krim asal China, membawahi wilayah dari Serang hingga Cirebon.
Namun semangat berwirausaha sudah tumbuh sejak lama. Sambil bekerja, ia terus mencoba berbagai bisnis.
“Saya sempat buka usaha ramen dan gelato—dua-duanya offline. Tapi karena saya masieh kerja, usahanya enggak jalan. Akhirnya gagal. Saya juga sempat dibohongi karyawan,” kenangnya saat ditemui Republika beberapa waktu lalu.
Di masa pandemi, ia menjual bungkus makanan secara daring. Penjualannya sempat meroket hingga ribuan pieces per hari. Namun ketika pabrik mulai menjual langsung ke konsumen, bisnisnya perlahan surut.
Pintu peluang terbuka saat ia mampir ke kebun-kebun sukulen di Bandung. Ia membeli satu kardus berisi 200 tanaman, membawanya ke Jakarta, lalu menjualnya lewat Shopee.
“Saya coba jual, langsung laku. Tanpa diapa-apain,” ujarnya.
Tak disangka, permintaan berdatangan. Tak hanya tanaman, para pembeli mulai menanyakan potnya. Ia pun berburu pot ke Purwakarta dan menjualnya kembali. Laku juga.
Namun di tengah geliat bisnisnya, Robi jatuh sakit. Ia didiagnosis mengalami fistula, penyakit langka yang membuatnya harus bed rest selama berbulan-bulan. Saat itu ia baru menikah dan kehilangan pekerjaan karena tak bisa lagi turun ke lapangan. Dari atas ranjang, bersama sang istri, ia mulai memikirkan cara bertahan.
“Istri usul, ‘Kalau ambil dari Bandung dan Purwakarta terus, enggak bisa. Mending kita produksi sendiri aja.’ Saya setuju,” katanya.
Dari sanalah lahir Rocl.id—usaha pot dan produk dekorasi berbahan dasar semen lokal. Ia mulai riset kompetitor, menetapkan target pasar, dan memulai produksi kecil-kecilan, hanya satu jenis pot pada awalnya.
“Kami pakai semen putih, dicairkan, dibentuk, lalu ditambah penguat semen. Sekali produksi butuh 3–4 jam. Sehari bisa habis 600 kg bahan, 12 kali produksi,” jelasnya.
Bahan bakunya dari merek Tiga Roda, cetakan ia ambil dari Jogja, dan desainnya banyak terinspirasi dari Pinterest. Kini Rocl.id memproduksi 5.000 unit per hari dengan sistem tiga shift. Produknya beragam: tatakan gelas, vas bunga, base botol, pump sabun, hingga lilin aromaterapi—semuanya diproduksi sendiri, termasuk wadah lilinnya. Harga jualnya berkisar Rp2.000–Rp14.000.
Usahanya berkembang pesat dan kini menjadi market leader di Shopee. Mereka menempati ruko tiga lantai: lantai 1 untuk produksi, lantai 2 gudang, lantai 3 finishing, dan lantai 4 khusus pesanan besar serta souvenir. Dari awalnya hanya 1–2 orang, kini timnya berjumlah 60 orang.
“Saya tanya satu-satu, ‘Kamu bisa apa selain packing?’ Ada yang ternyata bisa konten, ya saya ajak bikin konten untuk Rocl, brand kami,” kenangnya.
Untuk Shopee saja, mereka mengirim 500 resi per hari, dan bisa tembus 1.000 saat Lebaran. Estimasi omzet per resi sekitar Rp30.000. Ekspor pun mereka jalani—rutin 10 ribu vas ke Jepang setiap tiga bulan, serta pengiriman ke Malaysia lewat Shopee.
“Kami bukan jual makanan. Jadi harus bisa pasarin. Kalau enggak, barang enggak akan laku,” ujarnya.
Ia menargetkan penjualan tahunan naik 30 persen. “Kalau target Rp1 miliar per tahun, ya dibagi per hari. Kalau kurang, minggu depan harus dikejar. Naikin iklan, evaluasi kompetitor, dan riset produk lagi,” jelasnya.
Soal kompetitor yang meniru desainnya, ia mengaku santai. “Saya anggap itu motivasi buat terus riset dan cari produk baru. Yang penting bisa produksi sendiri supaya harga bisa ditekan dan tetap jadi yang termurah di Shopee.”
Shopee Indonesia pun turut berperan dalam mendukung perjalanan UMKM seperti Rocl.id. “Lingkungan yang inklusif dan mendukung sejak awal berbisnis merupakan kunci untuk mendorong pertumbuhan UMKM yang berkelanjutan,” ujar Head of Corporate Affairs Shopee Indonesia Satrya Pinandita.
“Kami merasa bangga bisa menjadi bagian dari banyak kisah kesuksesan UMKM dan brand lokal. Menyaksikan mereka terus berkembang dan berinovasi... memotivasi kami untuk terus memberikan dukungan terbaik,” lanjutnya.
Pengamat ekonomi Ryan Kiryanto menambahkan, potensi e-commerce di Indonesia sangat besar, terutama dengan datangnya bonus demografi. “Prospek e-commerce ke depan sangat menjanjikan karena kita menyongsong booming bonus demografi,” ujarnya.
Namun, ia menekankan pentingnya infrastruktur dan literasi digital. “E-commerce ini kita enggak kenal batas wilayah, bisa jual ke China, Vietnam, bahkan Eropa. Tapi mekanisme tata layanan harus disiapkan,” kata Ryan.
Ia juga menegaskan perlunya peran aktif pemerintah. “Ini tugas Kementerian UMKM dan Kementerian Kominfo untuk mengedukasi mayoritas UMKM yang belum onboarding. Mereka belum terlibat karena belum dirangkul dan didampingi,” tegasnya.
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto juga menyatakan, pemerintah siap memberi subsidi bunga hingga 5 persen bagi UMKM padat karya. Sementara Menteri UMKM Mamam Abdurrahman menekankan pentingnya adaptasi digital di kalangan pedagang.
“Arus globalisasi dan digitalisasi tidak bisa kita elak lagi. Supaya pedagang tidak sekadar menggunakan cara tradisional, tapi juga secara digital,” ujarnya.
Kisah Robi dan Rocl.id adalah bukti bahwa transformasi digital bukan sekadar pilihan, melainkan kebutuhan. Dengan kreativitas, konsistensi, dan keberanian, seorang pemuda yang dulu menjual tanaman dari kardus kini memimpin bisnis dekorasi rumah berbasis platform digital.
“UMKM bisa naik asal kreatif, punya target, dan konsisten,” tutur Robi.
Dari Jualan Online di Atas Ranjang Sampai Ekspor: Strategi UMKM Digital Rocl.id Kuasai Pasar
Sumber Eknomi