REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konflik antara Iran dan Israel dinilai akan semakin menyulitkan ekonomi global untuk pulih. Pelemahan ekonomi global pun diperkirakan bakal terus berlanjut.
"Sebetulnya ekonomi global juga sudah tidak baik-baik saja. Maka, ketika konflik itu meletus, semakin terasa pemulihan ekonomi global atau katakanlah optimisme bahwa ekonomi global ke depan akan tumbuh lebih baik semakin tipis," ujar Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto dalam webinar, Senin (22/4/2024).
Ia menyebutkan, ada sejumlah kondisi yang mengindikasikan ekonomi global bakal terus melemah. Di antaranya, penguatan dolar Amerika Serikat (AS) yang meningkat secara signifikan sepanjang 2024 hingga mencapai 4,7 persen.
Kedua, harapan penurunan suku bunga global semakin minim. Saat ini di angka sekitar enam persen.
"Dari survei-survei terbaru, dari financial sector menggambarkan yang tadinya diperkirakan Juni akan terjadi penurunan Fed Funds Rate (FFR). Itu semakin tidak relevan,” jelasnya.
Maka, kata dia, FFR berpeluang dipertahankan cukup lama atau higher for longer. Itu menurutnya, menyebabkan ketidakpastian semakin tinggi.
Eko melanjutkan, tidak hanya nilai tukar, suplai minyak global juga berpotensi mengalami gangguan. Itu karena, sebayak 21 persen alur perdagangan komoditas tersebut melalui Selat Hormuz, seperti diketahui kawasan tersebut dikuasai oleh Iran.
Seperti diketahui, ketegangan di Timur Tengah meningkat sejak Israel menyerang konsulat Iran di Suriah. Eskalasi konflik terjadi seiring dengan Iran melakukan serangan balasan menggunakan drone ke Israel. Setelahnya, Israel kembali menyerang Iran dengan menggunakan drone.
Gara-Gara Serangan Israel, Ekonomi Global Dinilai Semakin Sulit Pulih
Sumber Eknomi
No comments:
Post a Comment