REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mata uang rupiah mengalami penguatan pada perdagangan hari ini, Rabu (19/6/2024) menuju level Rp 16.300 per dolar AS. Analis menilai, rilis data penjualan ritel AS menjadi salah satu sentimen yang memengaruhinya pelemahan indeks dolar AS dan penguatan rupiah.
Mengutip Bloomberg, rupiah mengalami penguatan 47 poin atau 0,29 persen menjadi Rp16.365 per dolar AS pada penutupan perdagangan Rabu (19/6/2024). Pada perdagangan sebelumnya, mata uang Garuda lesu di level Rp16.412 per dolar AS.
“Penjualan ritel AS hampir tidak meningkat pada bulan Mei dan data untuk bulan sebelumnya direvisi jauh lebih rendah, itu menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi masih lesu pada kuartal kedua,” kata Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi dalam keterangannya, Rabu.
Ibrahim mengatakan, pasar saat ini memperkirakan kemungkinan besar bank sentral AS The Federal Reserve akan mulai menurunkan suku bunga. Penurunannya mencapai 50 basis poin hingga pengujung 2024.
“Pasar kini memperkirakan kemungkinan sebesar 67 persen bahwa The Fed akan mulai menurunkan suku bunga pada bulan September, menurut alat CME FedWatch, dengan perkiraan penurunan sebesar hampir 50 basis poin untuk sisa tahun ini,” tuturnya.
Sementara itu, sentimen internal atau dalam negeri, penguatan rupiah dipengaruhi oleh data Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai neraca perdagangan Indonesia yang mencatatkan surplus.
Laporan BPS mencatat pada Mei 2024 neraca perdagangan Indonesia surplus 2,93 miliar dolar AS atau naik 0,21 miliar dolar AS secara bulanan. Secara kumulatif, surplus neraca perdagangan RI mencapai 13,06 miliar dolar AS, tercatat surplus selama 49 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. Surplus pada Mei 2024 tersebut lebih tinggi dari bulan sebelumnya dan bulan yang sama pada tahun lalu.
Surplus Mei 2024 lebih ditopang oleh komoditas nonmigas yaitu 4,26 miliar dolar AS dengan komoditas penyumbang surplus terbesar bahan bakar mineral HS 27, lemak dan minyak hewani nabati HS 15, besi dan baja HS 27. Surplus neraca perdagangan nonmigas Mei 2024 lebih rendah jika dibandingkan dengan bulan lalu namun lebih tinggi dibandingkan dengan Mei 2023.
Pada saat yg sama, neraca perdagangan komoditas migas tercatat defisit 1,33 miliar dolar AS dengan komoditas penyumbang utama yaitu hasil minyak dan miyak mentah. Defisit neraca perdagangan komoditas Mei 2024 lebih rendah dari bulan lalu dan bulan yang sama tahun sebelumnya. BPS mencatat nilai ekspor Indonesia pada Mei 2024 anjlok menjadi 19,65 miliar doalr AS, naik 13,82% dibandingkan April 2024 (mtm).
Adapun, peningkatan kinerja ekspor pada Mei 2024 didorong peningkatan ekspor nonmigas, terutama komoditas mesin dan perlengkapan elektronik serta bagiannya sebesar 26,66 persen dengan andil 1,34 persen, bijih logam terak dan abu sebesar 25,96 persen dengan andil 1,09 persen, kendaraan dan bagiannya sebesar 26,8 persen dengan andil 1 persen.
Sementara itu, total nilai impor Indonesia pada Mei 2024 mencapai 19,40 miliar dolar AS, naik sebesar 14,82 persen jika dibandingkan dengan periode bulan sebelumnya (mtm). Nilai impor migas mengalami penurunan pada Mei 2024 sebesar 7,91 persen secara bulanan (mtm) menjadi 2,75 miliar dolar AS. Di sisi lain, nilai impor nonmigas mengalami peningkatan sebesar 19,7 persen mtm menjadi 16,65 miliar dolar AS.
Melihat tren pergerakan mata uang rupiah beserta sentimen-sentimen baik eksternal maupun internal yang memengaruhinya, Ibrahim memproyeksikan pergerakan mata uang Garuda akan melanjutkan penguatan pada Kamis (20/6/2024). “Untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp16.320-Rp 16.390 per dolar AS,” kata Ibrahim.
Rupiah Menguat Tipis, tapi Masih di Atas Rp 16 Ribu
Sumber Eknomi
No comments:
Post a Comment