Liputan6.com, Aceh - Pria satu ini agaknya tipikal pemalu tak jauh berbeda dengan ikan-ikan di dalam akuarium yang ada di depannya. Ketika sorot kamera diarahkan, ikan-ikan tersebut tampak lasak, berputar ke sana kemari bak selebritas tengah menghindari jepretan paparazi.
Namanya Famar Aries (30), dirinya berkeliling dari satu kota ke kota lain menjajakan ikan hias.
Embusan angin saat itu membuat akuarium bergoyang, sementara rumput laut, bebatuan warna-warni, dan bunga sintetis di dalamnya bergeseran. Hewan-hewan berinsang itu agaknya tidak nyaman jika dilihat dari jarak dekat.
Akuarium-akuarium berbahan mika itu berisi ikan koi, komet, dan kumpai. Famar menggantungnya di hanger besi di bawah pohon di samping pintu gerbang sebuah pemakaman umum.
Beberapa ikan hias ditaruh di dalam ember hitam tak jauh dari meja di mana beberapa akuarium lain diletakkan. Penutup akuarium yang warna-warni menjadi daya tariknya.
Famar saat itu tampak asyik menggulir-gulir layar telepon pintar ketika disambangi di pinggiran Jalan Nasional Meulaboh-Tapak Tuan, Kabupaten Aceh Barat, Kamis sore, (2/5/2019).
Famar kelahiran Padang Panjang, Sumatera Barat mengontrak di Kota Madya Lhokseumawe. Karena pekerjaan, dirinya jarang sekali tidur di rumah kontrakan tersebut.
Dia lebih sering berpetualang dari satu kota ke kota lainnya di Aceh. Selain berjualan ikan hias, dia berjualan aksesori di pasar malam pada waktu tertentu.
Sudah 10 hari Famar mencoba peruntungannya di Meulaboh. Ia menginap di salah satu losmen yang ada di Kuta Padang.
Dia berjualan dari pagi sampai sore. Lokasinya tak menentu, tergantung bagaimana dirinya membaca potensi ada atau tidak pembeli di tempat itu.
Ikan hias yang dijualnya berharga Rp 15 ribu per ekor. Jika dibeli bersama akuarium sekaligus, harganya Rp 50 ribu per ekor.
Harga dasar saat dibeli seorang produsen di Medan Kota dan Lubuk Pakam, Provinsi Sumatera Utara ada yang Rp 75 ribu per 50 ekor dan Rp 100 ribu per 100 ekor dalam kantong.
Dalam satu pekan bisa terjual sebanyak 3 kantong. Ini berarti, jika per kantong terdapat 75-100 ekor, maka hasil yang didapat Rp 3-4,5 juta untuk penjualan ikan tanpa akuarium, dan Rp 11-15 juta jika pakai akuarium.
"Rata-rata seminggu habis. Ini kan tinggal sedikit. Ini 3 kantong ini," sebut Famar kepada Liputan6.com.
Namun, angka tersebut sesuai dengan uang yang dikeluarkan, baik untuk menyewa penginapan, transportasi dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Belum lagi jika ikan-ikan tersebut mati mendadak.
"Ini kalau mati berjemaah. Ikan mudah stres. Karena mereka dipindah ke dalam wadah lain setelah jualan tutup. Esoknya masukin lagi ke rumah-rumahannya lagi. Seterusnya," kata Famar.
Air yang ada di dalam akuarium-akuarium tersebut harus diganti dengan yang baru setiap hari untuk menjaga agar tidak keruh. Selain bikin ikan stres, air yang keruh mengurangi nilai estetik.
"Airnya pakai air isi ulang," imbuhnya.
Tidak ada perawatan khusus, kata Famar. Ikan-ikan tersebut hanya perlu diberi umpan dan dijaga agar air tidak keruh sebelum sampai ke tangan pembeli.
Famar mengaku sudah 2 tahun bergelut dengan usahanya. Untung rugi sudah biasa bagi lelaki yang lahir pada 20 April 1989 ini.
"Kalau untung rugi, jualan biasa. Kalau jualan di kaki lima begini, hujan. Bisa jadi ketika ikannya packing dari atas (produsen), stres di perjalanan. Ikan ada tahan goncangan, ada yang tidak. Tapi kebanyakan, mati sama kami," ucapnya.
Dia berada di Meulaboh hingga Sabtu ini, sebelum bertolak ke Banda Aceh. Ramadan ini Famar tidak berjualan ikan hias, ia dan taukenya punya usaha lain, berjualan aksesori.
https://www.liputan6.com/regional/read/3956176/cerita-pria-aceh-mendulang-peng-dari-ikan-hiashttps://desimpul.blogspot.com/2019/05/cerita-pria-aceh-mendulang-peng-dari.html
No comments:
Post a Comment