Surel yang bocor dan pertempuran di balik layar menunjukkan bagaimana pemerintah Amerika Serikat, setelah gagal memangkas bantuan kongres, menggunakan tuas birokrasi untuk menahan arus uang. Menggunakan manuver birokrasi, Administrasi Trump berusaha menahan keluarnya dana bantuan, walaupun telah disetujui oleh Kongres. Hal ini sejalan dengan pernyataan Donald Trump bahwa AS adalah pemberi terbesar yang tidak pernah mendapatkan apa-apa.
Oleh: Robbie Gramer dan Colum Lynch (Foreign Policy)
Pada awal Juli 2018, seorang pejabat Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengirimkan serangkaian surel ke Dewan Keamanan Nasional AS yang merinci bagaimana cara menghalangi niat Kongres untuk mendanai berbagai program bantuan internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang ditentang oleh politisi konservatif Gedung Putih, termasuk inisiatif yang menguntungkan pengungsi Palestina dan memberikan layanan kesehatan reproduksi untuk perempuan miskin.
Penulis surel tersebut, Mari Stull, seorang penasihat senior di Biro Urusan Organisasi Internasional Negara, mengklaim bahwa pemerintah AS memiliki kebebasan untuk menghapuskan dana untuk program yang bertentangan dengan prioritas Gedung Putih. Dia menyarankan, pemerintah dapat menggunakan sejumlah tuas birokrasi, seperti memaksakan persyaratan akuntansi dan pelaporan yang memberatkan, untuk menghapuskan program yang bertentangan dengan Gedung Putih, meski Kongres masih mendanainya.
Surel tersebut, yang diperoleh secara eksklusif oleh Foreign Policy, memberikan gambaran upaya Gedung Putih yang lebih luas dan pejabat di Departemen Luar Negeri untuk menghalangi program bantuan luar negeri Amerika melalui manuver birokrasi, meskipun program-program tersebut mempertahankan dukungan bipartisan secara luas di Capitol Hill.
Selama beberapa bulan, pejabat senior Trump di Departemen Luar Negeri AS telah terlibat dalam pertempuran sengit di balik layar dengan Kongres karena menggunakan taktik ini atas pendanaan untuk program hak asasi manusia dan isu-isu perempuan di PBB, menurut pejabat Departemen Luar Negeri dan asisten Kongres yang akrab dengan masalah itu.
“Mereka telah mencoba setiap trik dalam buku ini untuk memangkas pendanaan untuk diplomasi dan bantuan asing, tetapi sejauh ini mereka gagal,” kata seorang asisten Senat dari Demokrat. “Mereka telah mencoba mengatur penggunaan dana secara mikro.”
Pada akhir batas tahun fiskal, yaitu tanggal 30 September 2018, para pejabat Departemen Luar Negeri AS mengalah dan setuju untuk mematuhi arahan Kongres untuk mendanai sebagian besar program, tetapi mereka masih berencana untuk menahan lebih dari 25 juta Dolar AS dalam pendanaan untuk program-program hak asasi manusia PBB, melanggar kewajiban perjanjian AS kepada PBB, tutur pejabat Departemen Luar Negeri dan para asisten Kongres.
Mereka juga mencoba untuk mengendalikan lebih dari 10 juta Dolar AS dalam bentuk kontribusi sukarela untuk program hak asasi manusia dan hak asasi perempuan PBB dengan membatasi untuk apa dana bantuan itu dapat digunakan, menurut sumber-sumber tersebut.
Pemotongan termasuk lebih dari 7 juta Dolar AS dalam kontribusi terhadap anggaran reguler PBB untuk menutupi biaya Dewan Hak Asasi Manusia PBB, dan lebih dari 16 juta Dolar AS untuk program yang dijalankan oleh Kantor Komisaris Tinggi untuk Hak Asasi Manusia, yang mengawasi investigasi yang didukung AS terhadap pelanggaran hak asasi manusia mulai dari Myanmar, Suriah, hingga Korea Utara.
Pada satu kesempatan bulan September 2018, pejabat senior Departemen Luar Negeri AS mendorong untuk menghapus semua dana AS ke Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia dan mengalokasikannya ke Organisasi Negara-negara Amerika, sebuah forum regional untuk pemerintah Amerika Utara dan Selatan. Tetapi kantor Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo akhirnya membatalkan rencana itu, menurut pejabat Departemen Luar Negeri yang akrab dengan pertimbangan internal.
Perselisihan antara Departemen Luar Negeri dan administrasi Trump mencerminkan perubahan dramatis Trump terhadap lembaga multilateral, yang terlihat nyata di Sidang Umum PBB pekan lalu. Saat itu, Trump mengatakan dalam sebuah pidato bahwa Amerika Serikat sedang melakukan peninjauan besar-besaran terhadap bantuan asing.
“Amerika Serikat adalah pemberi terbesar di dunia, sejauh ini, atas bantuan luar negeri. Tetapi sedikit pihak yang memberi apapun kepada kami,” kata Trump. “Ke depan, kami hanya akan memberikan bantuan asing kepada mereka yang menghormati kami dan, terus terang, merupakan teman kami. Kami mengharapkan negara lain untuk membayar bagian mereka secara adil untuk biaya pertahanan mereka.”
Sementara itu, pemerintah AS juga telah lama menekan pemotongan drastis di semua bantuan luar negeri AS, termasuk lebih dari satu miliar Dolar AS dalam program bantuan perdamaian dan kemanusiaan AS. Pada setiap giliran, Kongres mengecam usulan pemotongan, menyusul perlawanan dan kritik yang sengit.
Para asisten kongres mengatakan mereka mengakui bahwa beberapa pemotongan baru dari administrasi Trump masuk akal: misalnya, rencana pemerintah untuk memotong dana bagi Dewan Hak Asasi Manusia setelah keputusan AS untuk menarik diri dari badan tersebut pada bulan Juni 2018. Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley membenarkan tindakan tersebut pada saat itu dengan menuduh dewan memiliki bias anti-Israel dan kemunafikan karena mengizinkan pelanggar hak asasi manusia terkenal, seperti Rusia, China, dan Mesir, tetap berada di dewan.
Tetapi mereka mengatakan bahwa kegagalan administrasi Trump untuk mendanai Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia, yang terpisah dari Dewan Hak Asasi Manusia, dapat menjadi pelanggaran kewajiban perjanjian AS kepada PBB.
Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS, dalam sebuah tanggapan email, menyangkal administrasi melakukan pengelolaan mikro terhadap pendanaan, menyebut pernyataan tersebut “tidak akurat.” Dia menambahkan bahwa departemen berkonsultasi dengan Kongres pada “beberapa kesempatan” dan “tidak menyimpang” dari jumlah dana yang ditentukan Kongres.
Administrasi Trump juga ingin melakukan kontrol yang lebih besar terhadap cara PBB dalam menghabiskan sumbangan sukarela AS. Misalnya, Amerika Serikat sedang berusaha untuk menentukan bahwa 7 juta Dolar AS dalam bentuk sumbangan sukarela, yang diberikan kepada Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR/Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights) tidak akan digunakan untuk program yang meneliti catatan hak asasi manusia Israel atau menyusun daftar perusahaan yang melakukan bisnis di permukiman Israel. Israel dan Amerika Serikat telah menentang keras pembuatan basis data, yang mereka katakan berfungsi sebagai boikot.
Administrasi Trump bermaksud untuk menerapkan apa yang disebut sebagai kebijakan Kota Meksiko ke lebih dari 8,5 juta Dolar AS dana untuk UN Women, sebuah badan PBB yang didedikasikan untuk kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Kebijakan tersebut, yang disebut oleh para kritikus sebagai aturan gag global, mencegah uang bantuan AS untuk pergi ke organisasi yang menyediakan layanan aborsi, bimbingan tentang pilihan aborsi, atau menganjurkan liberalisasi undang-undang aborsi. Tetapi dana bantuan akan tersedia untuk program yang mempromosikan pemberdayaan ekonomi perempuan, memerangi kekerasan terhadap perempuan, dan mempromosikan peran yang lebih besar bagi perempuan dalam menyelesaikan konflik.
Sebagai tanggapan, juru bicara departemen mengatakan: “Tahun ini, penggunaan yang ditujukan untuk pendanaan yang diberikan kepada OHCHR dan UN Women tidak termasuk kegiatan yang bertentangan dengan kepentingan nasional atau prioritas administrasi Amerika.”
Taktik itu ditunjukkan dalam email internal yang diperoleh oleh Foreign Policy. Email itu, tertanggal 2 Juli 2018 dan dikirim oleh penasihat senior Departemen Luar Negeri, Stull, mengakui bahwa administrasi “wajib berkontribusi” untuk program yang diapropriasi oleh Kongres meskipun ada upaya untuk meniadakan kontribusi PBB. Tetapi dia mengatakan bahwa pemerintah memiliki kebebasan untuk membelanjakan uang dengan cara yang dapat “meningkatkan kebijakan Presiden dan prioritas Menlu.”
“Kami memiliki kebebasan untuk meminta akuntansi, pelaporan, transparansi, tolak ukur, dll,” tulisnya. “Kami dapat lebih lanjut MENGECUALIKAN pendanaan apapun yang akan digunakan untuk program atau proyek apapun yang bertentangan dengan kebijakan-kebijakan Administrasi.”
Dia memilih program yang membantu Palestina atau mendukung “layanan kesehatan reproduksi seksual” untuk mendapatkan pemotongan. Dia juga menyatakan komitmen untuk memotong pendanaan untuk program “Open Society Network,” referensi nyata untuk yayasan pro-demokrasi miliarder George Soros.
Pejabat Departemen Luar Negeri AS mengatakan mereka bingung dengan referensi Stull ke Open Society Network, mengatakan bahwa tidak menerima dukungan keuangan langsung dari departemennya. Departemen Luar Negeri mengatakan tidak mengomentari atau mengonfirmasi keaslian dokumen yang diduga bocor.
Email tersebut juga menunjukkan bagaimana Dewan Kebijakan Domestik (DPC/Domestic Policy Council), sekelompok pejabat Gedung Putih yang melapor ke salah satu pembantu terdekat Trump, Stephen Miller, telah memperluas pengaruhnya atas Departemen Luar Negeri, memasang anggota DPC di beberapa pos manajemen menengah di departemen dan melaksanakan pengaruh atas kebijakan pada pengungsi dan organisasi internasional.
“Langkah selanjutnya adalah mengadakan pertemuan yang ketat dengan DPC, NSC, dan pemangku kepentingan dari berbagai lembaga dan hanya memasukkan prioritas baru ke dalam daftar,” tulis Stull, yang tampaknya merujuk pada Dewan Keamanan Nasional dan Dewan Kebijakan Domestik.
Bulan lalu, Politico melaporkan bahwa direktur Dewan Kebijakan Domestik, Andrew Bremberg, meninggalkan Gedung Putih pada akhir tahun dan akan menjadi calon Trump sebagai duta besar untuk Misi AS di Jenewa, posisi yang membutuhkan konfirmasi Senat.
Setelah berbulan-bulan perselisihan internal dan kemunduran dengan Capitol Hill, tampaknya Kongres mendapatkan sebagian besar uang yang dialokasikan untuk pendanaan AS. Namun di luar jumlah dan pemotongan yang sulit kepada Komisaris Hak Asasi Manusia PBB, pemerintah juga ingin menghemat biaya yang dapat digunakan oleh PBB untuk masalah-masalah wanita.
Bathsheba Crocker, mantan asisten Menteri Luar Negeri AS untuk urusan organisasi internasional di bawah pemerintahan Obama, mengatakan bahwa mengaitkan pendanaan AS menetapkan preseden buruk dan dapat menghambat kemampuan organisasi Amerika Serikat untuk membelanjakan uang jika diperlukan.
“Jika setiap negara di dunia mengatakan saya suka membelanjakan untuk X dan tidak suka Y, Anda hanya berhati-hati dengan PBB,” katanya. “Anda berakhir dengan sekelompok pendanaan kecil yang membingungkan yang kemudian tidak akan ditambahkan ke keseluruhan yang lebih besar.”
Robbie Gramer adalah reporter diplomasi dan keamanan nasional untuk Foreign Policy.
Colum Lynch adalah diplomatik senior peraih penghargaan berbasis PBB untuk Foreign Policy.
Keterangan foto utama: Presiden Amerika Serikat Donald Trump berpidato di luar Sidang Umum PBB di New York pada tanggal 25 September 2018. (Foto: Getty Images/Stephanie Keith)
No comments:
Post a Comment